Ali Muharam, Dibalik Pedasnya Makaroni Ngehe

Ali Muharam, Dibalik Pedasnya Makaroni Ngehe

Berawal dari kehidupannya yang bisa dibilang susah, Ali Muharam kini telah sukses mengembangkan bisnis Makaroni Ngehe sejak tahun 2013. Bahkan kata ngehe itu pun tidak sekedar nama merk, namun ada suatu artian tersendiri bagi Ali yang merasa kehidupannya itu ngehe banget. Tapi Ali memaknai kata ngehe menjadi “Saat keadaan terlalu mengesalkan dan melebihi ekspektasi, ungkapan yang digunakan ketika kesal dan gemas terhadap sesuatu yang kelihatan awesome,”

Pria lulusan sebuah Sekolah Menengah Atas di Tasikmalaya, Jawa Barat, itu selalu ingin untuk dapat bekerja di Jakarta. Lalu sebuah tawaran pekerjaan untuk menjadi Office Boy di Bogor datang, dan dengan serta merta ia terima. Alasannya, karena Bogor sudah sangat dekat dengan kota tujuannya, Jakarta. Pekerjaan di Bogor itu ia nikmati sambil menunggu adanya lowongan pekerjaan di Jakarta.

Hingga suatu hari datang sebuah tawaran untuk menjalankan sebuah bisnis kantin di sebuah perkantoran bank swasta di daerah Senayan, Jakarta. Meskipun urusan modal sudah sepenuhnya tanggung jawab temannya, tapi untuk urusan operasional, Ali harus mengerjakan semuanya sendiri. Mulai dari belanja keperluan warung, memasak hingga melayani, semua ia kerjakan sendiri. Lama kelamaan, ia merasa bahwa beban yang ditanggungnya terlalu berat dan melelahkan. Ia kemudian memutuskan untuk keluar.

Kehidupan ngehe nya kemudian berlanjut. Keluar dari bisnis warung tersebut, ia hanya memiliki selembar uang Rp 50.000,-. Untung saja biaya kos telah ia bayar untuk setahun penuh. Kemudian rejeki datang, Ali ditawari kerja untuk menjaga sebuah toko baju di daerah Blok M. Namun, ditempatkan di Kelapa Gading.

Jauh? Iya. Ali harus mengeluarkan uang sebesar Rp 20,000,- untuk biaya ongkosnya sehari-hari diluar biaya makan, sedangkan gaji yang diterimanya hanya RP 900.000,-. Pernah suatu siang, karena kehabisan uang, ia rela tidak makan disaat semua orang sedang makan siang. Lalu, ada mbak-mbak penjaga toko lain yang melihatnya tidak makan. Kemudian ia mendatangi Ali dan membagi dua bekalnya untuk dimakan bersama Ali. “Itu jadi makan siang terbaik saya,” kata Ali, dilansir dari kompas.com.

Sekarang, kisah kehidupan yang ngehe itu sudah tidak lagi berlanjut. Semenjak ia bertekad untuk membuka usaha, ia kemudian pulang ke Tasikmalaya. Di rumah, ia mengobrol dengan ibunya tentang makaroni. Jadi, Ibu Ali inilah yang sebenarnya menciptakan makaroni kering yang ditabur dengan bumbu asin dan pedas. Bahkan pada waktu itu, sekitar tahun 1993-1994, menurut pengakuan keluarga, Ibu Ali merupakan orang pertama yang membuat makanan ini. Kemudian banyak yang suka dan banyak pula yang menjual. Dan ada satu toko makaroni di Tasikmalaya yang masih terus berjualan hingga bertahun-tahun. Ibunya kemudian mengusulkan kenapa ia tidak mencoba untuk berjualan makaroni saja.

Maka, berawal dari obrolan itu lah, Ali yang dimbimbing oleh ibunya kemudian mencari-cari harga jual yang pas untuk satu bungkus makaroni. Lalu didapat bahwa dengan produksi 100 bungkus per hari, ia dapat meraup untung sebanyak Rp 3jt. Maret 2013, ia membuka outlet pertamanya. Di outlet tersebut ia melakukan segalanya sendiri. Mulai dari membersihkan minyak yang berceceran, menyiapkan bahan baku, menggoreng hingga melayani pelanggan.

Kini, Ali sudah membuka lebih dari 30 outlet di beberapa kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Semarang. Omzet yang didapat per outlet pun sekarang mencapai 3-4 juta per harinya. Bahkan berkat promo yang dilakukan melalui media sosial, Makaroni Ngehe ini juga merambah hingga ke luar negeri, lho. Kehidupan ngehe Ali sudah sejak lama ditinggalkan, namun, berkat kehidupan ngehe nya itu lah ia bisa mendapatkan kehidupannya yang sekarang.

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *